Selasa, 10 Agustus 2010

Kebahagian Hidup Abadi

Perlawanan dari dalam diri manusia sendiri dalam melaksanakan hukum Tuhan dilunakkan bila diterima dengan rela sebagai persembahan (Bacaan pertama, Kel 20:1-3.7-8.12-17). Sebab hidup abadi bagi manusia justru lahir dari kematian Kristus di salib (Bacaan kedua, 1Kor 1:22-25). Sebagaimana dinubuatkan oleh Kristus sendiri bahwa kebangkitan-Nya sebagai manusia baru, yang abadi kemuliaannya, karena Ia dibunuh di kayu salib (Bacaan Injil, Yoh 4:5-42).
Dalam Kitab kejadian, sesudah manusia jatuh ke dalam dosa, Allah berfirman kepada Hawa (perempuan itu): “Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan susah payah engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu”. (Kej. 3:16). Dan kepada Adam (manusia itu) Allah berfirman: “…..maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu” (Kej.3:17b). Karena dosalah untuk mempertahankan dan meneruskan hidup, manusia harus berjuang, bekerja keras dan menghadapi banyak kesulitan, bahkan penderitaan.
Pesan perayaan Ekaristi Minggu ini mengingatkan kita, kalau untuk hidup di dunia ini saja manusia harus bekerja dan berjuang menghadapi banyak kesulitan, terlebih lagi untuk mencapai hidup abadi. Memang Allah telah menebus manusia dan pertolongan Allah itu semata-mata karena belas kasih dan cinta Allah kepada manusia. Akan tetapi karena Allah memperlakukan manusia sebagai pribadi, cara Allah menebus manusia dengan bekerjasama agar manusia tahu tanggung-jawabnya. Cara ini bukan tuntutan melainkan suatu penghargaan dan tanda cinta. “Sebab Aku, Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan berpegang pada perintah-perintah-Ku”.
Salah satu akibat dosa yang hakiki – yang dipandang manusia sebagai hukuman dari Allah – yaitu hilangnya hubungan persahabatan (sehidup) antara manusia dan Allah (yang digambarkan dengan Taman Firdaus).
Hidup manusia bersumber pada Allah. Hilangnya hubungan persahabatan manusia dengan Allah berarti hilangnya benih sumber hidup abadi, sebab hidup manusia dalam suatu proses (jasmani yang merohani), karena itu ujung proses hidup insani manusia menjadi kematian. Manusia tidak memiliki lagi benih hidup abadi itu. Manusia tidak dapat lagi mewariskan apa yang tidak ia miliki, yaitu benih hidup abadi. Kita diperanakan tanpa mewariskan apa yang tidak ia miliki, yaitu benih hidup abadi. Kita diperanakan tanpa benih hidup abadi. Inilah yang disebut dosa asal itu. Kita dikandung dalam dosa, yaitu tanpa benih hidup abadi.
Oleh karena itu yang dapat memberikan kembali benih hidup abadi itu hanya Tuhan sendiri. Bagi manusia untuk dapat memperoleh benih hidup abadi itu, meskipun Allah sendiri yang memberikan dengan cuma-cuma, tetapi pemberian itu sekaligus merupakan pengampunan, merupakan perdamaian antara Allah dan manusia, dan ini berarti Allah menyatukan diri kembali dengan manusia, Immanuel, Kristus.
Sisi lain dari pengampunan dosa itu ialah penebusan. Kristus yang menebus hilangnya benih hidup abadi itu dengan darah-Nya (hidup-Nya) sebagai Manusia-Allah, yang terlaksana pada kematian-Nya di salib. DAri kematian Kristus di salib itu lahir benih hidup abadi pada manusia. “Rombak bait Allah ini dan dalam tiga hari Aku akan mendirikan kembali”.
Para rasul menyadari makna kata-kata Kristus itu baru setelah Kristus bangkit dari antara orang mati. Yang dimaksud dengan ‘bait Allah’ ialah tubuh insani-Nya sendiri tempat Allah Putera menyatukan diri dengan kemanusiaan-Nya. Karya penebusan seperti itulah yang diwartakan rasul Paulus. “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yahudi mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan”.
Namun bagi orang yang percaya kepada Kristus yang tersalib, Kristus adalah sumber hidup, kekuatan dan hikmat Allah, yang dibutuhkan manusia untuk mencapai kemuliaan hidup abadi kembali. Memang manusia selalu mau yang enak dan menyenangkan. Akan tetapi sebagai seorang pribadi manusia diikut sertakan dalam mencapainya, yaitu bersama Allah mencapai kemuliaan abadi. Dalam budaya Jawapun dikenal prinsip hidup yang mirip dengan prinsip salib Kristus: “Jer basuki mowo beyo”.
Untuk mencapai hidup yang mulia orang harus berani berkorban, bekerja keras membanting tulang, berjuang, mengeluarkan biaya. Kita juga mengenal pepatah ‘Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian’, yaitu bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Kita harus mencapai kemuliaan sebagai manusia yang berkepribadian, yaitu tahu diri dan tahu bertanggung-jawab, tetapi juga sadar sebagai ciptaan yang sosial.
Dewasa ini prinsip hidup itu sudah sekarat, karena dilanda kemajuan zaman (iptek) dan terutama mentalitas korup. Tetapi manusia tetap manusia, tidak menjadi mesin dan tidak menjadi hewan, yang tidak mengenal moral.
Apakah iman kita akan ikut ’sekarat’ ? Masihkan kita berperan kita perpegang pada sabda Kristus: Kalau kamu mau menjadi murid-Ku, sangkal dirimu dan panggul salibmu sehari-hari, serta ikiutilah Aku! ????

Tidak ada komentar:

Posting Komentar